Bukan Karena Kyai


BUKAN KARENA KYAI
Karya : Naela Rizqy Arofah

            Matahari muncul dengan ketenangan dari ufuk timur yang siap menjalankan tugasnya menyinari dunia ini agar lebih bermakna. Angin semilir menikmati pancaran yang telah di berikan sang surya. Burung-burung berkicau untuk menyadarkan lamunan gadis yang sedang menatap langit dengan penuh rasa syukur.

Begitu indah karya Allah swt. Gumam gadis itu dalam ketenangannya.

 Ya.. gadis seorang kyai yang begitu anggun parasnya. Firdausin Nuzula itulah nama yang melekat pada gadis itu. Sungguh indah nama yang diberikan pada gadis itu, memang pantas dengan parasnya yang tenang dan menyejukkan bagi orang yang memandangnya.

            Di Pondok Pesantren yang kokoh itu Firda di besarkan, Pondok Pesantren Darunnajah. Abahnya , ya.. tentu saja Abahnya adalah seorang kyai. Abahnya merupakan kyai yang tersohor di kota tersebut, sehingga satu saja kesalahan yang diperbuat oleh kerabat langsung tersebar dalam kota ini. Begitu juga dengan kebaikan-kebaikan yang dibuat keluarga. Sebut saja Abah Firda Kyai Ahmad Nasrulloh. Nama beliau sudah melambung ke seluruh antero kota ini.

Dua tahun yang lalu Firda dijodohkan dengan laki-laki yang tentunya juga putra dari seorang kyai. Yang bernama Ali Alfaritsi dari putra seorang kyai yang bernama Muhammad Wahib Alfaritsi. Kyai Ahmad dan Kyai wahib telah menjalin hubungan layaknya seorang saudara, yang telah percaya satu sama lain. Dan semenjak itu Firda harus tinggal di Pondok Pesantren Daarussalam. Dan di Pondok Pesantren Daarussalam lah Firda sekarang mengabdikan dirinya.

            Seperti biasa, setiap harinya Firda mengajar santriwati di Pondok Pesantren Daarussalam. Firda telah menyelesaikan kuliah S2 nya di Al-Azhar, mengambil tentang ilmu tafsir. Firda telah memegang teguh setiap kata Al-Qur’an sejak lulus dari Sekolah Menengah Atas. Dan dari itu Firda diberi amanah oleh Ali untuk meneruskan pendidikannya disini, di Pondok Pesantren Daarussalam. Akan tetapi bukan sebagai pelajar, melainkan menyampaikan pendidikannya kepada orang lain agar lebih bermanfaat. Firda pun mengiyakan permintaan Ali. Selain ilmu tafsir, Firda juga sangat mendalami ilmu fikih. Setiap harinya, Firda menjalankan amanah yang telah diberikan kepadanya kepada para santriwati Pondok Pesantren Daarussalam.

“ Assalamu’alaikum.. Mbak Firda? “ panggil salah seorang santriwati sembari masuk ke ndalem. Ya.. Firda masih dipanggil mbak karena Firda masih termasuk neng yang muda, walupun Firda sudah menikah.

           
Panggilan itu membuat Firda tersadar dari lamunannya,

“ Wa’alaikumsalam.. iya gimana?,” Tanya Firda sembari menghampiri santriwati yang duduk tertunduk disana.
“ Sudah pukul 08.00, para santriwati telah menunggu Mbak!?,” jelas santriwati tersebut yang menyandang gelar sebagai abdi ndalem.
“ Masyaallah., maafkan Saya.. sedari tadi Saya terlalu menikmati keindahan yang telah di berikan oleh-Nya, ya.. Saya akan segera kesana, tunggu sebentar,” Jelas Firda.
“ Baik Mbak, Assalamu’alaikum..,” salam santri tersebut seraya meninggalkan ndalem.
“ Wa’alaikumsalam,” Jawab Fitrda singkat.

            Tanpa banyak tingkah lagi, Firda langsung mengambil kitab dan siap untuk menuju majelis bukhori untuk menyampaikan ilmunya.  Ketika berjalan menuju majelis bukhori tak sedikit santriwati yang berlomba-lomba menjabat tanganya untuk mendapatkan barokah.

 Sesampainya di majelis bukhori. Keadaan yang semulanya ricuh dengan percakapan santriwati, seketika diam saat melihat bayangan seseorang mendekat, ya..tentu saja itu Firda. Firda langsung menempatkan dirinya pada tempat yang telah disiapkan. Sebenarnya Firda agak canggung karna orang-orang yang diberinya ilmu, umurnya tidak tepaut terlalu jauh darinya. Sehingga Firda memilih untuk menyingkirkan alas yang telah dipersiapkan untuk dirinya.

“ Bismillahirrahmannirrahim.. Assalamu’alaikum warrohmatulahi wabarakatuh.” Salam Firda.
Wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarakatuh,” jawab santriwati bersamaan.
---
            Waktu terus berjalan, setiap Firda mengajar tak jarang Firda menyelipinya dengan cerita-cerita hidupnya. Tak jarang pula Firda mengingat dirinya yang dulu, yang bisa menjadikan dirinya seperti ini, Firda yang dulu berbeda seratus delapan puluh derajat dengan yang sekarang. Firda merupakan putri keempat dari empat bersaudara. Dirinyalah satu-satunya anak perempuan. Tidak salah jika kelakuannya tidak seperti perempuan pada umumnya, karena Firda selalu bermain dengan kakak-kakaknya beserta teman dari kakaknya. Kemauan Firda tidak bisa diganggu gugat, jika Firda ingin sesuatu, ya itulah yang ia akan jalani. Waktu itu, saat pengumuman kelulusan sekolah menengah pertama, Firda sudah berencana melanjutkan sekolahnya di SMA N 1 PARAKAN, akan tetapi abahnya tidak rela jika Firda harus melanjutkan sekolahnya disana. Memang terakreditas A, akan tetapi kelakuan para siswanya, bisa digolongkan ke urutan terendah. Tidak hanya itu yang menjadi alasan ayahnya melarang, disana juga mayoritas non muslim, jadi abahnya tidak tega apabila Firda melanjutkan pendidikannya disana.

“ Firda, karena nilaimu bagus, kamu sudah abah daftarkan di MAN 1 PARAKAN. Kamu mau ya nduk,” bujuk sang abah kepada Firda.

            Firda hanya diam, memang dia nakal, akan tetapi kalau sudah berhadapan dengan abahnya, Firda tak dapat berkutik. Firda hanya menunduk dan memandangi lantai.


“ Firda... “ panggilan abahnya membuyarkan lamunannya.
“ e ee.. Firda coba pikir dulu ya bah, em sekarang Firda mau ke kamar dulu,” jawab Firda gugup.
Baiklah, abah akan memberimu waktu,” jelas abahnya.
           
Bimbang, bingung, linglung itulah yang dirasakannya saat ini. Keesokan harinya, tanpa sepengetahuan abahnya. Firda keluar rumah. Firda menuju kesebuah tempat yang ia impi-impikan, ya.. tentu saja di SMA N 1 PARAKAN. Firda menuju ke ruang tata usaha, meminta formulir, lalu melengkapi seluruh persyaratannya.

“ Ini Bu, sudah selesai,” terang Firda seraya menyerahkan formulirnya.
“ Eeem, bagus.. sekarang kamu boleh langsung ke ruang tes, untuk menjalani tes tertulis,” jelas pegawai tata usaha.

            Dengan langkah mantap, Firda melangkahkan kakinya menuju ruang tes. Tepat di ambang pintu Firda terhenti,
 abah, maafkan Firda. Tapi ini bah yang Firda inginkan. Bismillah, mungkin ini memang yang terbaik, aku yakin.
 Setelah membulatkan tekadnya, Firda mengijakkan kakinya ke ruang tes. Tak terasa waktu cepat berakhir, Firda menjalani tesnya dengan mudah. Firda memberikan lembar jawabnya kepada pengawas dengan mantap. Lembar jawabnya langsung dikoreksi oleh pengawas,         alhasil...

“ Firdausin Nuzula? Selamat kamu diterima!,” terang sang pengawas dengan wajah yang dihiasi senyumannya.
“ Sa.. sa.. saya diterima Pak? Termakasih Pak terimakasih,” jawab Firda dengan wajah yang berseri-seri.
Terimakasih ya Allah. Kau telah memberikan rahmatmu kepadaku.
Deg.. pikirannya seketika berubah ABAH. Dengan langkah gontai Firda mencoba menanta hatinya ketika akan memasuki rumah.

“ Firda..” panggil abahnya.
“ Firda kenapa kamu nduk, sini cerita sama abah,”
            Deg.. hati Firda seperti diremas ketika mendengar perkataan terakhir dari abahnya.
“ Sini nduk,” panggil abahnya lagi.
            Dengan langkah yang tidak pasti, Firda menghampiri abahnya.
“ Nah, sampeyan ki nopo, kok sajakke lesu, Firda jangan sedih kamu sudah abah daftarkan ke MAN 1 PARAKAN, alhamdulillah kamu diterima nduk,” jelas abahnya dengan lembut seranya membelai kepala sang putri.

            Akan tetapi, meurut Firda ini bukanlah kabar bahagia yang ia dapat. Melainkan membuat dirinya semakin terpuruk. Dengan keberaniannya ia mencoba angkat suara.

“ Abah, sakderenge nyuwun ngapunten, bah sebenarnya, Firda barusaja dari SMA N 1 PARAKAN untuk mendaftar menjadi siswa baru. Dan disana Firda langung tes dan ini hasilnya bah,” runtut penjalasan Firda seraya membarikan secarik kertas yang berisi pernyataan bahwa ia sudah diterima disekolah tersebut. Raut wajah abahnya seketika berubah, Firda sudah merasakan bahwa badannya akan tumbang.
Pripun bah?, tanya Firda untuk mendapatkan kepastian.
“ Ya sudah, jika memang ini yang kamu inginkan, jalani saja. Abah akan selalu mndukungmu nduk, abah tetap akan mendoakanmu. Tapi Firda harus janji,” perkataannya terpotong.
“ Janji apa bah?, iya.. Firda janji,” tegas Firda dengan mengangkat jari kelingkingnya.
“ Kamu akan tetap memakai jilbabmu walaupun semua temanmu tidak berjilbab!,” tegas abahnya.
“ Iya bah, Firda janji, matursuwun nggeh bah, Firda sayang abah,” Firda membalasnya dengan pelukan.
“ Dan satu lagi nduk, usahakan sekolahmu kamu imbangi dengan menjaga Al-Qur’an, kau hafalkan sedikit demi sedikit ayat per ayatnya. Insyaallah jiwamu akn selalu terlindungi dan tenang, serta dirimu akan selalu mendapat rezeki yang tak kau sangka,” terang sang ayah.
“ Insyaallah bah, Firda usahakan,” jawab Firda halus.
---
Hari yang ditunggu tiba, hari pertama Firda masuk sekolah menengah atas negeri ini. Benar apa yang dikatakan abahnya, dari sekian banyak siswi yang jumlahnya ratusan hanya Firda yang menggunakan jilbab untuk menutupi auratnya. Firda tidak menghiraukan hal tersebut, karna yang Firda cari adalah ilmu, Firda tidak memperdulikan gengsi.

“ Ih.. cupu lewat, “
“ Hadeeh,, gak panas mb?”
“ Enak an juga kita ya gaes, nggak gerah”

            Kalimat seperti itu, sudah biasa ditelinga Firda. Tidak lagi ia gubris. It’s my life.
Tak seperti wanita pada kodratnya, Firda berbanding balik dengan teman-temannya. Firda selalu bermain dengan teman laki-lakinya. Temannya pun menyambut Firda dengan senang hati. Mereka tidak mempermasalahkan Firda yang berhijab,mereka juga tidak pernah mengajak Firda dalam hal kemaksiatan.  Berbeda dengan teman wanitanya, Firda selalu dirayu agar melepas hijabnya, itulah yang membuat Firda malas untuk berteman dengan teman kaum hawa nya. Firda yakin jika ia bersama teman wanitanya pastilah mereka tidak terlepas dari yang namanya ghibah. Firda benci hal tersebut. Abahnya pun mengetahui bahwa Firda teman mainnya lawan jenis. Abahnya  membolehkannya, asal Firda tau batas. Ya.. tentu saja karena Firda juga sudah berjanji untuk membanggakan orangtuanya. Tak jarang Firda duduk didalam kelas, memang Firda wanita sendiri dan hanya melihat kawan-kawan bermain dengan asap rokok. Firda lebih memilih seperti ini daripada ia harus melepas hijabnya. Tak jarang juga Firda menyimak kawan-kawannya bermain remi. Akan tetapi sekali saja Firda belum pernah mencoba-coba melakukannya. Firda sudah tau dasar hukumnya, memang teman-temannya itu mayoritas non muslim, hanya ada dua dari kawanan mereka yang muslim.
“ Fir apa lo nggak capek setiap hari sama kita, dan lo Cuma lihat keseharian kita?,” Rilo membuka pita suaranya ditengah kepulan asapnya.
“ Hem, tumben tanya gituan, engga, gua nggak bosen tuh, malah seneng,” terang Firda.
“ Gue baru nemu ini, anak kyai mainnya sama kita,! Haha ya nggak bro,?!,” ucap Valdo tanpa dosa .
“ Emang kalau anak kyai nggak boleh hidup kaya kalian, gue juga manusia kalik,” sanggah Firda dengan hati tersulut.
“ Iya man, baru kali ini juga disekolah kita ada yang kerudungan, gue kira anaknya pendiem, eh ternyata malah gabungnya sam kita men,” Fajri pun ikut terkekeh.
“ Soalnya, gue males, kalo sama perempuan ujung-ujungnya paling ngomongin orang, ghibah mulu kerjaannya,” jelas Firda sarkartis.
“ Hadeeh ni anak emang jiwa laki ya..,” timpal Valdi.

Emang mereka kira kalau anak kyai harus dekem terus di rumah apa. Aku juga pengen kayak anak-anak lain lah. Bukan karena kyai, terus hidupku terkekang. Buat aku sama aja. Gumam Firda dalam hati.

Yap.. Valdo Dan Valdi merupakan anak kembar. Dan mereka berdualah yang beragama islam. Valdo dan Valdi tidak pernah tergiur dengan kelakuan teman-temannya, memang mereka selalu bersama, akan tetapi hebatnya mereka berdua belum pernah mencoba-coba seperti itu.

“ Eh Fir, Gue boleh minta bantuan gak?, boleh dong.. kan temen?!,ucap Rilo dengan nada memohon.
“ Apaan?,tanya Firda.
“ He.he.. gini kemarinkan gue pesen sesuatu, terus barangnya sekrang ada di gue. Tapi barang itu harus ditanem biar subur. Lo mau kan nanemin itu biat kita??,” pertanyaan itu langsung keluar dengan lancar dari mulut Rilo.
“ Hadeh.. lo lulus SD gak sih, masak cuman nanem pohon gak bisa??,” tukas Firda dengan tatapan mengejek.
Wah lo ya, ini tuh bukan tanaman biasa. Gue gak berani kalau gua yang nanem,” jelas Rilo dengan nada tinggi.
Ya elo, gue kan Cuma tanya, emang taneman apa?,tanya Firda lagi.
“ Hehe.. ganja.. lo mau kan. Kan lo anak kyai pasti aman kalo elo yang nanem ini. Pasti rumah lo gak akan di grebeg polisi. Lah kalo rumah gue, bunuh diri dong gue sama bokap. Ya Fir, kan temen,?!,” pinta Rilo pada Firda seakan memohon layaknya anak kecil minta permen.
“ Gila ya lo, kalo polisi tau gimana, abah gue malu RILO, anaknya berkelakuan senekat ini,!’’ bentak Firda dengan menegaskan kata RILO.
Please Fir, lo kan baek. Gak lama kok Cuma seminggu doang ko, kan nggak lama, ya Fir please,?,” rengek Rilo.
“ Tapi RILO, argghhh, okke deh tapi janji ya gak lebih dari seminggu, dan lo harus njamin keselamatan keluarga gue,!!,gertak Firda.
“ Iya gue janji, makaseeh Firda yang baik bin cantik,” ucap Rilo dengan bangga disertai senyuman puas di wajahnya.
“ Alay lo!,” timpal Firda.
---

Firda pulang dengan menggenggam sebatang pohon ditangannya yang ia letakkan dibelakang tubuhnya. Firda ragu dengan kelakuan yang akan dibuatnya. Gimana kalau abah tau, pasti abah marah batinnya cemas. Firda takut, apabila sampainya ia dirumah akan di interogasi abahnya, apa yang berada digenggaman tangannya. Firda berjalan dihiasi dengan wajah yang murung seakan tidak mempunyai semangat hidup. Sempainya dirumah, benar saja abahnya menanyakan hal tersebut. Jika sudah bersama abahnya Firda tak berani lagi untuk berbohong. Firda menceritakan semua pada abahnya. Abahnya faham dengan jalan fikiran Firda. Abahnya terkekeh saat alasan perbuatannya karena Firda seorang anak kyai. Dan apa yang Firda lakukan, Firda tetap menanam pohon itu dikebun belakang. Semenjak itu, perasaan Firda kalut setiap harinya, tak ada ketenangan dalam hatinya. Hanya cemas yang menyelimuti keadaan hatinya. Memang benar apa yang di ucapkan Rilo, hanya dalam waktu dekat pohon itu sudah beranak pinak. Hingga pada suatu hari, datanglah tiga orang berpakaian coklat lengkap dengan atributnya. Firda yang kebetulan berada di rumah, rasanya detik ini juga Firda ingin mati.

“ Assalamu’alaikum, Bapak kami dari kapolsek Parakan, tujuan kami datang kemari untuk..,” perkataan salah satu dari tiga orang tersebut terpotong.

Ya.. mereka adalah anggota kapolsek Parakan. Perasaan kyai Ahmad Nasrulloh tak kalah paniknya dengan Firda. Nafasnya seakan tercekat, tak ada sepatah katapun yang keluar dari pita suaranya.

“ Bapak ? apakah bapak baik-baik saja?,” tanya salah seorang dari mereka.
“ Tidak usah panik pak, kedatangan kami kemari untuk meminta do’a restu karena kami akan ditugaskan di Lombok, dan berangkat besuk hari Rabu pak, kami memohon do’a dari bapak,” Terang salah seorang dari mereka.

Huft.. leganya.. setelah Firda mengingat, mereka adalah alumni Pondok Pesantren Daarunnajah ini. Begitu juga dengan Kyai Ahmad Nasrulloh, beliau bernafas lega seakan ribuan oksigen menyambutnya, lalu beliau hirup dalam-dalam.

Firda terkekeh jika mengingat kejadian itu. Firda pun merasa bahwa dirinya sangatlah mainstream berani menyimpan ganja dalam rumahnya. Firda pun tak jarang membawakan kartu remi milik teman-temannya. Pakaiannya pun sering jika hanya berbau asap rokok. Ya.. itulah Firda dimasa kelam. Disamping itu, Firda tak mengabaikan pesan yang telah diberikan abahnya kepada dirinya untuk menjaga Al-Qur’an. Dengan mudah Firda dapat mencapainya. Kejadian-kejadian masa kelamnya itu tak pernah terhindar dari ingatannya. Firda yang sekarang sedang memandangi buku biru yang berisi memori-memorinya. Firda selalu tersenyum dan menyunggingkan bibirnya ketika melihat memori-memori yang terekam di otaknya.
---

            Pengumuman kelulusan telah tiba, Firda menjadi wisudawati nomor dua dari enam ratus siswa di SMA N 1 PARAKAN.  Firda hampir tak percaya akan hal itu, teman-temannya pun tak percaya, karena selama ini Firda hanya bermain bersama Rilo cs, dan tak pernah melihat Firda sedang belajar di depan mereka. Sungguh Allah maha Bijaksana, Maha mengetahui, Ya Allah Kau yang Maha Mulia, Abah Firda telah buktikan perkataan Abah. Memang dulu abahnya pernah berpesan untuk menjaga Al-Qur’an maka Firda akan selalu mendapat rezeki yang tak disangka. Kyai Ahmad Nasrulloh tercekat mendengar kabar tersebut, tak terasa air mata bahagia mengalir lembut membasahi pipi kokohnya. Begitu Maha Mulia Engkau Ya Allah, Kau telah memberikan rahmat-Mu pada putriku, Beliau tersadar dari lamunannya ketika sang putri mendekapnya seraya menangis dalam dekapan beliau.

“ Abah, terimakasih Abah, semoga Ibu disana juga tau bahwa Firda telah mendapatkan semua nikmat Allah ini,” terang Firda dengan suara yang terbat- bata.
“ Ya nduk, Ibumu pasti tau, Dia yang lebih dekat dengan Allah, ibumu pasti selalu mendoakanmu nduk,” jawab Ayahnya dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Firda dengan penuh sayang.
“ Abah, satu lagi bah.. alhamdulillah, Firda sudah selesai menggenggam ayat demi ayat Al-Qur’an bah,” terang Firda dengan tangis bahagianya.

            Lagi-lagi abahnya diberi kejutan yang tak terhingga. Ayahnya pun tak tahu kapan saja Firda memegang kalamullah itu. Kebahagiaan yang bertubi-tubi diterima oleh ayah dan putrinya ini.

“ Allah akan memberikan padamu jalan yang lurus nduk, dan percayalah, Allah pasti memberikan rezeki kepadamu yang tak terbayangkan olehmu,” tutur sang ayah dengan bangga menatap wajah putrinya. Firda membalas dengan anggukan, dan kembali kepelukan abahnya.
---
            Tak terasa, air mata mengalir tanpa permisi di pipi Firda. Firda memeluk erat buku yang dipandangnya. Seketika itu, ada seseorang yang duduk disamping Firda. Lalu mendaratkan lengannya pada bahu Firda. Firda mengetahui siapa yang berada disampingnya, Ia yang selalu menjadikan hati Firda tenang dalam dekapannya. Tangannya mulai naik mencapai puncak kepala Firda, membelai kepalanya dengan penuh kasih sayang. Firda mulai merasa tenang.

“ Ada apa dek?,” Tanya Ali kepada Firda.
“ Tak apa mas, aku hanya teringat  dengan ini,” jawab Firda seraya menunjukkan buku yang tadi didekapnya.
“ Sudahlah dek, ada aku disini,” ucap Ali dengan senyum yang tersungging dipipinya. Kata-kata Ali selalu mengena dihati Firda, walaupun hanya satu sampai dua patah kata. Itu yang membuat Firda nyaman berada disamping Ali. Firda sangat bersyukur karena ayahnya telah memilihkan imam yang sesuai, yang dapat menuntunnya ke syurga.
---
            Firda memutar lagi kisahnya, ketika Firda melanjutkan pendidikannya di UII, Firda mendapat gelar The Queen Of Univercity, Firda mendapat gelar tersebut karena setiap semester ia mendapatkan akreditas A, tak pernah absen. Dengan gelar tersebut pada saat umurnya menginjak dua puluh tahun Firda sudah menunaikan ibadah haji tanpa merepotkan ayahnya. selain itu, Firda juga langsung di biayai pendidikannya ke Al-Azhar untuk mendalami ilmu tafsirnya, yang kebetulan pada saat itu juga Firda telah selesai memegang kokoh perkata dalam mushaf Al-Qur’an. Ya Allah Kau memberiku ganjaran yang bertubi-tubi. Ku tak tahu bagaimana caraku membalas semua pemberianmu ini Ya Allah.

            Tak disadari, kumandang adzan dzuhur telah memanggil. Menuntun umat islam untuk bertemu dengan Sang Pencipta. Untuk bersimpuh kepadanya. Dzuhur... mengingatkan Firda untuk segera menjalankan kewajibannya.

“ Assalamu’alaikum.. Mb Firda??,” tanya seorang santri seraya membuka pintu ndalem.
“ Wa’alaikumsalam.. ya Al.. sebentar ya.. bilangkan santriwati untuk nadzoman terlebih dahulu,” balas Firda yang sedang memakai kerudung di dalam kamarnya.
“ Ya mb.. assalamu’alaikum..,” salam Aal.
“ Wa’alaikumsalam..,” balas Firda.

            Yap.. selepas dzuhur, seperti biasa Firda akan membagi ilmunya mengenai tafsir Al-Qur’an. Dilengkapi dengan berbagai kisahnya ketika di negara timur tengah sana. Langkah demi langkah tersusun atas kaki Firda, sampailah ia di majelis jurumiyah.

“ Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh..,” salam Firda.
“ Wa’alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh,”  balas para santriwati.

            Waktu berjalan dengan lihainya, sehingga tak menyadar sang empu suara telah bercerita banyak. Gua Ghiro’.. heem kali ini Firda teringat dengan hal itu. Dulu sewaktu ia menunaikan ibadah umroh, Firda entah mengapa tertarik dengan hal ini, ia mencoba mendekati gua ini. Firda teringat bahwa Rasullulah mendapat wahyu pertama kalinya di tempat ini. Jarang sekali orang dapat mencapai puncak tempat ini. Dengan tak disangka, Firda dapat mencapai puncak. Ya Allah, sungguh besar nikmat yang Kau berikan, Ya Allah semoga hamba-Mu ini dapat menjaga Al-qur’an-Mu Ya Allah.

“ Ya begitu besar nikmat Allah, saya yakin bahwa orang yang menghafal Al-Qur’an dan menjaganya, insyaallah akan mendapatkan rezeki yang bertubi-tubi, dan tak disangka.,” jelas Firda.

            Para santriwati mengangguk pertanda faham dengan yang dijelaskan oleh Firda. Tak terasa Firda kembali melayangkan pikirannya ke beberapa tahun silam. Ketika ia menunaikan haji di usianya yang masih belia. Roudloh merupakan halaman dari rumah Rasullullah. Apapun do’a yang dipanjatkan di tempat tersebut, insyaalah dengan cepat atau lambat akan terkabul. Memang tempat itu susah digapai oleh seorang wanita. Banyak orang berebutan untuk mencapainya untuk bersimpuh  kepada-Nya sekhusyuk mungkin dan mengutarakan semua hajad-hajadnya.

“ Jadi dulu sewaktu saya pergi menunaikan ibadah haji, datanglah kembali nikmat Allah yang tak kalah besar,” terang Firda.

Bukan karena sombong, akan tetapi untuk memberi semangat para santri untuk menjaga Al-Qur’annya, karena mu’jizatnya begitu besar. Dan tanpa ada dugaan dari diri kita. Firda berpikir mungkin dari ini ia dapat memberikan motivasi kepada santriwatinya.

Firda mulai berlabuh menyelami masa lalunya, ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Firda ingin sekali mencapai roudloh. Dengan hati mantap, Firda mencoba membebaskan diri dari kerumunan ribuan manusia yang mempunyai satu tujuan dengannya. Ya Allah,. Berilah hambamu kemudahan untuk menyempurnakan iman hambamu ini Ya Allah. Tak disangka, ketika ribuan manusia yang setujuan dengan Firda seolah-olah membukakan jalan untuknya. Dengan mudah Firda telah mencapai tempat yang ia harapkan,..Raudloh.

Masyaallah Kau memberikan aku,nikmat yang begitu besar. Tak terasa,air matanya mengucur deras, ketika Firda melihat kubah berwarna hijau yang tak lain makam Rasulullah. Siapa tak tersentuh hatinya ketika melihat makam Rasul, kekasih dicintai para umat islam. Di dalam Firda merasakan hawa sejuk menyelimuti dirinya. Firda terus mengucapkan do’a tanpa henti. Berdzikir, sholawat, memuji Allah tak henti keluar dari pita suaranya.

Begitu besar nikmat Allah.

“ Masyaallah, sungguh besar nikmat Allah ya mb.,” ucap salah seorang santri.
“ Dan dari itu saya percaya, bahwa Allah akan memberi rezeki yang bertubi-tubi. Jangan takut untuk menjaga Al-Qur’an kalian. Pasti ada banyak kisah yang bisa kalian petik dari sana,” motivasi Firda.
“ Mungkin cukup sekian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,” salam Firda seraya berdiri dan meninggalkan majelis.
“ Wa’alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh,” balas santriwati.
---

            Firda kembali berlabuh pada kisahnya dua tahun silam. Selepas ia selesai menuntut ilmunya di negara timur tengah.

“ Alhamdulillah nduk, kamu sekarang sudah berhasil menyempurnakan ilmumu,” puji abah.
“ Alhamdulillah bah, ini juga berkat do’a dari abah,” tak kalah Firda pun menyanjung abahnya.
Nduk, sekarang kamu sudah dewasa, sudah saatnya untukmu mengurus keluarga, abah sudah menjodohkanmu dengan Ali Alfaritsi. Putra teman abah,” terang abah.
“ Tapi bah, Firda belum siap, Firda belum mempunyai bekal,” sergah Firda halus.
“ Abah tau kamu bisa,” keukeuh abahnya tak mau kalah.

            Yap .. Firda dijodohkan dengan Ali Alfaritsi. Tak salah abahnya mencarikan imam. Ali yang juga merupakan hafidz serta parasnya pun menawan. Firda bersyukur mendapat imam yang baik seperti Ali. Yang selalu ada untuknya.

“ Ehm.. ehm,” Ali berdeham yang berusaha membuyarkan lamunan Firda.

            Firda tersadar. “ Hem.. mas.?,” Firda terkesiap yang mendapati suminya telah berada di sampingnya.

“ Kenapa melamun lagi dek?,” tanya Ali.
“ Aku tidak melamun, aku hanya sedang bersyukur pada Allah yang telah memberikanku imam yang dapat menuntunku menuju syurga,” terang Firda tanpa pikir panjang.

            Ali tersenyum simpul mendengar penjelasan Firda. Ali meraih tangan Firda dan mengusapnya penuh kelembutan.

Nikmat Allah memang tak terbantahkan. Gumam Firda dalam hati.

            Bukan karena kyai Firda dapat seperti ini. Bukan karena Firda seorang putri dari kyai yang tersohor. Bukan karena hal tersebut. Melainkan karena, Firda yang selalu menjaga kalamullah tanpa ia campuri dengan setitik kebohongan.

Komentar

Posting Komentar